Poetry International Poetry International
Gedicht

Goenawan Mohamad

THE MINOTAUR

Into the bed the Minotaur comes, sniffing
your body, your body hair,

that glows in heat,
and gives off

the aroma of aniseed.

Your face is ripe
like a grain of wheat

in the final field.

And the growl that makes the curtain shiver
lures you: you sway your breasts
towards the eerie and acid smells,

when desire sticks out its tongue,
its red tongue,

onto lust
that moistens.

And then, awakens. And Death

sits in the arena where the bull
scuffs his feet

and seconds seem to pour like rust from the sun,
in the plaza where fate pulls the trigger
in the waning light of Saturday evening.

Soon the room becomes bright.
And the Minotaur vanishes from the bed.

The hour seeps into the ground.

Only Death slips
from the thrill
passing

though your navel
your loins—
the imperishables.

SANG MINOTAUR

SANG MINOTAUR

Di ranjang itu sang Minotaur datang, dan mengendus
tubuhmu, bulu tubuhmu,

Yang kian panas
yang melepas

Aroma adas.

Parasmu ranum
Seperti biji gandum

Di ladang penghabisan.

Dan lenguh yang mengguncang kelambu
membujukmu: kau goyangkan susumu
ke arah seram dan seluruh bau asam,

Tatkala hasrat menjulurkan lidah
yang merah

Ke syahwat
yang membasah.

Setelah itu, siuman. Dan kematian

Di arena di mana lembu jantan
mengais-ngaiskan kaki

Di mana detik seperti gugur dari karat matahari
di plasa tempat nasib menarik picu
pada rembang petang Sabtu.

Kemudian kamar jadi terang.
Dan dari ranjang itu sang Minotaur menghilang.

Jam pun memasuki tanah.

Hanya maut luput,
dari lezat
yang lewat

Di pusarmu
di pantatmu
yang tak akan musnah.
Goenawan Mohamad

Goenawan Mohamad

(Indonesië, 1941)

Landen

Ontdek andere dichters en gedichten uit Indonesië

Gedichten Dichters

Talen

Ontdek andere dichters en gedichten in het Indonesisch

Gedichten Dichters
Close

SANG MINOTAUR

Di ranjang itu sang Minotaur datang, dan mengendus
tubuhmu, bulu tubuhmu,

Yang kian panas
yang melepas

Aroma adas.

Parasmu ranum
Seperti biji gandum

Di ladang penghabisan.

Dan lenguh yang mengguncang kelambu
membujukmu: kau goyangkan susumu
ke arah seram dan seluruh bau asam,

Tatkala hasrat menjulurkan lidah
yang merah

Ke syahwat
yang membasah.

Setelah itu, siuman. Dan kematian

Di arena di mana lembu jantan
mengais-ngaiskan kaki

Di mana detik seperti gugur dari karat matahari
di plasa tempat nasib menarik picu
pada rembang petang Sabtu.

Kemudian kamar jadi terang.
Dan dari ranjang itu sang Minotaur menghilang.

Jam pun memasuki tanah.

Hanya maut luput,
dari lezat
yang lewat

Di pusarmu
di pantatmu
yang tak akan musnah.

THE MINOTAUR

Into the bed the Minotaur comes, sniffing
your body, your body hair,

that glows in heat,
and gives off

the aroma of aniseed.

Your face is ripe
like a grain of wheat

in the final field.

And the growl that makes the curtain shiver
lures you: you sway your breasts
towards the eerie and acid smells,

when desire sticks out its tongue,
its red tongue,

onto lust
that moistens.

And then, awakens. And Death

sits in the arena where the bull
scuffs his feet

and seconds seem to pour like rust from the sun,
in the plaza where fate pulls the trigger
in the waning light of Saturday evening.

Soon the room becomes bright.
And the Minotaur vanishes from the bed.

The hour seeps into the ground.

Only Death slips
from the thrill
passing

though your navel
your loins—
the imperishables.
Sponsors
Gemeente Rotterdam
Nederlands Letterenfonds
Stichting Van Beuningen Peterich-fonds
Prins Bernhard cultuurfonds
Lira fonds
Versopolis
J.E. Jurriaanse
Gefinancierd door de Europese Unie
Elise Mathilde Fonds
Stichting Verzameling van Wijngaarden-Boot
Veerhuis
VDM
Partners
LantarenVenster – Verhalenhuis Belvédère